HISTORIOGRAFI
ISLAM
A.
Historiografi pada Masa Awal Islam
Kaum
muslimin adalah pembawa Islam mencapai kemajuan dalam penulisan sejarahnya.
Mereka menempatkan sejarah sebagai sebuah ilmu yang bermanfaat, dan
sejarawannya telah menuliskan banyak buku. Pertama-tama, karya sejarah yang
paling banyak dikarang adalah dengan tujuan mengambil manfaat dan teladan,
karena mereka mendapatkan hal yang sama dalam al-Quran tentang kisah-kisah
umat-umat yang telah lalu.[1][6] Oleh karena itu, karya-karya sejarah pertama berisi
berita penciptaan bumi, turunnya Nabi Adam dan kisah para nabi, dan riwayat
hidup Nabi Muhammad.[2][7] Historiografi Islam lebih mudah dipelajari dan
dipahami dalam kerangka umum peradaban Islam.[3][8]
Menurut
Danar Widiyanta, beberapa penelitian kebudayaan menunjukkan bahwa:[4][9]
a.
Bahwa Islam
sebagai suatu agama dunia telah menunjukkan suatu perkembangan yang mengagumkan
di dalam sejarah dunia.
b.
Lebih jauh
Islam sebagai agama telah memancarkan pula suatu peradaban.
c.
Di dalam perkembangan
peradaban Islam, tradisi-tradisi kebudayaan asing diserap, dimodifikasi,
kemudian yang tidak sesuai dihilangkan.
d.
Peradaban
Islam menyajikan suatu sistem yang lengkap mengenai pemikiran dan tingkah laku
yang berkembang sebagai suatu dorongan utama yang meliputi hubungan manusia
dengan Tuhan, alam, dan dengan manusia sendiri.
Menurut Badri Yatim, ada dua faktor
pendukung utama berkembangnya penulisan sejarah dalam umat Islam[5][10], yakni:
1.
Al-Quran,
kitab suci umat Islam memerintahkan umatnya untuk memperhatikan sejarah.
2.
Ilmu hadits.
Hal-hal yang
mendorong perkembangan pesat bagi penulisan sejarah Islam menurut penafsiran
Danar Widiyanta adalah:[6][11]
1.
Konsep Islam
sebagai agama yang mengandung sejarah.
Nabi Muhammad SAW adalah sebagai
puncak dan pelaksanaan suatu proses sejarah yang dimulai dengan terciptanya
alam dunia ini. Nabi juga merupakan pembaharuan sosial agama yang melaksanakan
kenabiannya dan untuk memberikan tuntutan bagi masa depan. Jadi nabi telah
menyediakan suatu kerangka bagi suatu wadah sejarah yang amat luas untuk diisi
dan ditafsirkan oleh para sejarawan.
2.
Adanya
kesadaran sejarah yang dipupuk oleh Nabi Muhammad.
Peristiwa sejarah masa lalu dalam
seluruh manifestasinya, amat penting bagi perkembangan peradaban Islam. Apa
yang telah dicontohkan oleh nabi semasa hidupnya merupakan kebenaran sejarah
yang harus menjadi suri teladan bagi umat Islam selanjutnya. Kesadaran sejarah
yang besar ini, menjadi pendorong untuk penelitian dan penulisan sejarah.
Jika dilihat
dari tahap perkembangannya, pada awalnya semua informasi disimpan dalam
ingatan, peristiwa sejarah itu diingat dan diceritakan berulang-ulang secara
lisan. Kemudian metode penyampaian lisan ini (oral transmission) dilengkapi dengan catatan tertulis yang tidak
dipublikasikan, yaitu semacam pelapor catatan.[7][12] Pada saat itu tradisi ini disebut dengan al-ayyam (arti semantiknya adalah
hari-hari penting) dan al-ansab (artinya
silsilah).[8][13]
Karya-karya
yang dihasilkan oleh sejarawan pada masa itu sebagian besar hilang dan banyak
yang dimusnahkan. Dikatakan hilang karena pada waktu itu tidak ada lembaga
penerbitan dan bahan-bahan tulis yang tahan lama.[9][14] Banyak yang dimusnahkan karena adanya pergantian
kekuasaan sehingga buku-buku tersebut dimusnahkan. Diceritakan, pembumihangusan
Kota Bagdad oleh tentara Hulagu Khan pada tahun 1258 M telah memusnahkan banyak
perpustakaan dan mesjid yang berisi kitab-kitab yang ditulis cendikiawan muslim
sampai saat itu. Permusuhan Syi’ah dan Sunnah, juga mengakibatkan banyaknya
buku-buku yang musnah. Setelah Daulat Fathimiyah jatuh (di Mesir) pada tahun
567 H/ 1171 M, daulat sesudahnya, terutama Ayyubiyah yang sangat fanatik
terhadap Sunnah, berusaha menghapus kebesaran Syi’ah di Mesir terutama
buku-bukunya.[10][15]
B.
Perkembangan Historiografi pada Masa
Islam
Penulisan
sejarah Islam pertama kali masih bersifat Arab murni, tidak ada peran Persia
atau Yunani, dan penulis sejarahnya pada generasi pertama adalah orang-orang
Arab. Akan tetapi, dalam perkembangannya kemudian mendapat pengaruh dari Ahli
Kitab dan Persia. Generasi pertama penulis sejarah, dalam menulis mencantumkan isnad (rangkaian pemberi khabar).
Biografi ini dengan cepat berkembang. Al-Zuhri adalah orang pertama yang
mengembangkannya. Dia berusaha mengaitkan satu hadits dengan yang lain.[11][16]
Menurut Husein Nashshar menyimpulkan
bahwa penulisan sejarah Arab Islam tumbuh dari dua arus yang berbeda :[12][17]
a.
Arus lama,
yang terdiri atas cerita-cerita khayal dan folklore,
yang dipengaruhi oleh corak sejarah Arab klasik yang disampaikan oleh
narator-narator yang berpindah dari Arab Utara, dalam bentuk al-ansab dan al-ayyam dan cerita-cerita tentang raja-raja Arab Selatan, serta
riwayat penaklukan mereka. Biasanya, arus lama ini mengambil bentuk syair.
Kisah-kisah ini tidak didasarkan atas penanggalan (kronologis) kejadian, antara
satu peristiwa dengan peristiwa lainnya tidak ada hubungannya.
b.
Arus baru
yang dimunculkan Islam, yaitu arus biografi, yang terdiri atas berita-berita
autentik dan mendalam, cabang dari ilmu hadits, oleh karena itu melalui kritik
dan seleksi, terdiri dari kisah-kisah yang benar dan terkadang juga ada khayal
yang terdapat dalam diri rasul. Sejarawan mengumpulkan kisah-kisah itu,
menyusunnya, menghubung-hubungkan antara satu dengan yang lain, dengan disinari
oleh ayat-ayat al-Quran.
Bentuk dasar
karya Islam adalah pernyataan sederhana, peristiwa-peristiwa lepas, tanpa
bobot, walaupun aneka ragam, penonjolan watak, semuanya disusun sekaligus,
tanpa suatu penjelasan mengenai sebab-musababnya.[13][18] Beberapa
bentuk tersebut berupa khabar, kronik, biografi dan sejarah umum. Menurut
Husein Nashshar, perkembangan penulisan sejarah di awal masa kebangkitan Islam
akan terlihat adanya tiga aliran yang jelas, yaitu aliran Yaman, aliran Madinah
dan aliran Irak.[14][19] Tetapi,
banyak pengamat historiografi Islam tidak memasukkan aliran Yaman sebagai
aliran penulisan sejarah di masa awal Islam. Pada penulisan sejarah di awal
masa Islam, mereka hanya menyebutkan dua aliran saja (aliran Madinah dan Irak).
Mereka berpendapat bahwa aliran Yaman telah bercampur antara informasi historis
dengan dongeng atau legenda, dan bahwa historiografi Yaman itu merupakan kelanjutan dari historiografi Arab pra-Islam
sehingga aliran Yaman tidak dimasukkan dalam aliran historiografi masa awal
Islam. Namun, para pengamat sepakat bahwa ketiga aliran itu dalam
perkembangannya akan melebur menjadi satu, meskipun dengan corak dan tema yang
semakin beragam.
C.
Bentuk dan Isi Karya Sejarah Islam
Perlu
diketahui bahwa historiografi Arab pra-Islam dimulai dari bentuk sejarah lisan.
Sejarah lisan itu tertuang dalam bentuk al-Ayyam
dan al-Ansab. Kabilah-kabilah
Arab meriwayatkan al-Ayyam terdiri
atas perang-perang dan kemenangan, untuk tujuan membanggakan diri terhadap
kabilah-kabilah yang lain, baik dalam bentuk syair maupun prosa yang
diselang-selingi syair.[15][20] Sementara al-Ansab
adalah jamak dari nasab yang berarti silsilah (genealogy).[16][21] Menurut Danar Widiyanta, beberapa contoh karya
sejarah masa itu adalah sebagai berikut:[17][22]
1.
Urwah ibn.
Az-Zubyar (650-711), salah seorang sarjana muslim yang telah menulis buku Peperangan oleh Nabi.
2.
Al-Zuhri
(670-740), telah menulis sebuah karya mengenai “Silsilah Bangsanya”. Selain itu
juga ia menulis kemungkinan untuk kepentingan pribadi masa kekuasaan khalifah.
3.
Musa ibn.
Uqbah (758/759), berupa fragmen singkat, yang tidak seluruhnya mengandung
sejarah.
4.
Ibn. Ishaq
(704-767), menulis karya sejarah besar yang paling tua yang masih terpelihara
sampai sekarang, walaupun mengalami perbaikan kemudian yaitu Biografi Nabi (Sirah). Karya ini bertalian dengan sejarah sebelum Islam,
perikehidupan nabi yang dipaparkan secara terperinci serta menulis sejarah para
khalifah.
Perhatian
sejarah pra-Islam hanya terarah pada tradisi lisan itu. Gaya penyampaiannya
dilakukan secara berantai, oleh Danar Widiyanta membaginya menjadi bentuk
khabar, kronik, biografi, dan sejarah umum,[18][23] sebagai
berikut.
1.
Khabar
Bentuk
historiografi yang paling tua yang langsung berhubungan dengan cerita perang
dengan uraian yang baik dan sempurna ditulis dalam beberapa halaman saja,
dinamakan khabar. Dalam konteks karya sejarah yang lebih luas, khabar sering
dipergunakan sebagai “laporan”, “kejadian” atau “cerita”. Ada tiga hal yang
merupakan ciri khas bentuk khabar, yaitu:
a.
Tidak
terdapat hubungan sebab akibat diantara dua atau lebih peristiwa-peristiwa.
b.
Khabar sudah
berakar jauh sebelum Islam, maka cerita-cerita perang, bentuk khabar tetap
menggunakan cerita pendek. Selalu disajikan dalam bentuk dialog antara pelaku
peristiwa, sehingga meringankan ahli sejarah melakukan analisa terhadap
peristiwa.
c.
Bentuk
khabar lebih banyak merupakan gambaran yang beraneka ragam. Sebagai cerita
pertempuran yang terus-menerus, dan sebagai suatu ekspresi yang artistik,
khabar juga memerlukan penyajian secara puisi.
Contoh beberapa karya sejarah yang menggunakan bentuk
khabar:
a.
Ali ibn
Muhammad al-Madaini (wafat tahun 831). Diantara sejumlah karyanya muncul
monograf tentang pertempuran-pertempuran perorangan dan penaklukan-penaklukan
yang dilakukan oleh orang Islam. Dari sekian banyak monografnya yang berhasil
ditemukan dalah al-Murdifat min Quraysy
(wanita Quraisy yang banyak suami).
b.
Abu Mihnaf
Luth ibn Yahya (wafat tahun 774).
c.
Al-Haitsam
ibn Adi (wafat tahun 821) dan ibn Habib. Karyanya merupakan kumpulan monograf
dalam bentuk khabar atau nasab.
2.
Kronik
Penyusunan
sejarah berdasarkan urutan penguasa dan tahun-tahun kejadian. Kronik ini bisa
ditambah dengan hal-hal baru dalam bentuk suplemen yang lazim disebut “dyal” atau ekor.
Contoh karya sejarah (kronik)
tertua:
a.
Karya
Khalifah ibn. Khayyat, dalam bahasa Arab, ditulis sampai tahun 847, kira-kira
delapan tahun sebelum penulisnya meninggal. Ia memulai uraiannya mengenai arti
tarikh dan uraian singkat mengenai sejarah Muhammad pada permulaan hayatnya.
b.
Ya’kub ibn.
Sufyan (wafat tahun 891). Kitab sejarahnya ditulis pada pertengahan kedua abad
ke-9. Ditulis menurut urutan tahun ditambah beberapa kutipan-kutipan.
c.
Ibn. Abi
Haithamah (wafat tahun 893), juga menunjukkan fasal-fasal dengan urutan tahun
walaupun terbatas bila dibandingkan dengan karya lainnya secara keseluruhan.
d.
Ibn. Jarier
al-Tabari (923), karya standar terdiri beberapa jilid mengenai historiografi
kronik ialah Tarikh al-Umam wa al-Muluk.
Uraian-uraian itu meliputi sejarah nabi di Mekah, istri-istri Rasulullah,
orang-orang murtad, biografi Abu Bakar, dan sebagainya. Tulisannya yang lain,
adalah Adab al Manasik, Adab al-Nufus,
Iktilaf ulama al-Amshar, Tahdzib Atsar, Jami al-Bayan al ta’wil Ayi al-Quran,
al-Jami’ fi al Qiraat, Zail al Zail al Muzayyal dan lain-lain. Tulisannya
banyak mempengaruhi arah tulisan selanjutnya.
3.
Biografi
Biografi
disusun dalam kelompok yang lazim disebut “tabaqah” . Karya ini mencakup
sejarah hidup orang-orang besar, tokoh-tokoh terkemuka serta orang-orang
penting yang telah meninggal dalam waktu yang kira-kira sama. Di dalam
masyarakat Islam ada beberap faktor mengapa biografi menjadi dominan:
a.
Biografi
Nabi Muhammad SAW merupakan sumber utama bagi pembangunan masyarakat Islam.
b.
Meriwayatkan
kehidupan Nabi Muhammad SAW secara terinci tergantung kepada para perawi secara
individual, isinya dapat ditolak atau pun diterima tergantung pada data
kehidupan perawi itu sendiri.
c.
Perjuangan
di dalam menegakkan Islam sebagian besar ditunjukkan oleh keunggulan pribadi-
pribadi pemimpinnya, yang telah sangat berjasa di dalam perjuangan itu.
Sejak abad ke-10, penulisan biografi
menurut abjad merupakan cara yang diutamakan.
Beberapa karya biografi:
a.
Al-Dzahabi
dalam kitabnya Tarikh al-Islam wa
thabaqat masyahir a’lam sanggup menunjukkan tanggal lahir tiap-tiap tahun
bagi nama-nama yang dicantumkannya dalam kitabnya.
b.
Khatib
al-Baghdadi dalam kitab Tarikh Baghdad, tanggal kelahiran dan kematian
disebutkan masing-masing di dalam permulaan penulisan biografi.
c.
Yaqut
(1229), berjudul Irshad al-arib ila
ma’rafat al-adib.
d.
Abi Usaybiah
(1270), menulis tentang sejarah kedokteran disertai biografi ahli-ahli
kedokteran. Tulisannya berjudul Ujun
al-anba’ fi tabagat al atibba.
e.
Ibn.
Khallikan (1282), biografi tokoh-tokoh terkemuka, berjudul wafayat al-A’yan. Buku ini pada mulanya hanya berbentuk manuskrip,
kemudian diterbitkan oleh Ferdinand Wustenfild dalam tahun 1835-1840 dan
merupakan suatu referensi dalam penulisan karyanya Geschichtschreiber der Araber yang terbit tahun 1882. Buku Ibn
Khalikan juga diterjemahkan dalam bahasa Inggris oleh Mac Guckin de Slane (4
jilid) dengan judul Ibn Khallikans
Biographical Dictionary terbit tahun 1843 di Paris-London.
4.
Sejarah Umum
Abad ke-9,
kita hanya tahu dari judul-judul bukunya, menulis banyak sekali mengenai arti
politik dan peristiwa-peristiwa khusus. Pada akhir abad ke-9, sejarah politik
dikaitkan dengan sejarah pemikiran, dan mulai membicarakan berbagai gejala
penting dari peradaban-peradaban yang pernah dikenal. Karya-karya itu
diantaranya:
a.
Karya
sejarah dari al-Yaqubi, berjudul Tarikh
al-Yaqubi yang disebarkan oleh Goutsma di Leiden tahun 1883 terdiri atas
dua jilid. Jilid pertama mengenai sejarah purbakala sejak Nabi Adam sampai pada
masa agama Islam, dan di sini dimasukkan juga sejarah Israel, Hindu, Yunani,
Romawi, Persia dan sebagainya. Jilid ke dua mengenai sejarah Islam yang
berakhir pada masa khalifah al-Mutamid tahun 259H.
b.
Al-Mas’udi
menulis tentang Muruj az-Zahab yang
masih berpengaruh terhadap karya-karya selanjutnya. Al-Mas’udi juga memasukkan
daftar raja-raja Eropa.
c.
Karya
Muhammad Ibn Jarir al-Thabari berjudul Tarikh
al-Umam wa al-Muluk. Al- Thabari menyajikan suatu uraian sejarah secara
panjang lebar mengenai agama, hukum dan kejadian-kejadian politik lainnya.
Kitab ini diterbitkan di Leiden atas usaha De Goeje tahun 1892 terdiri atas 23
jilid, kemudian dicetak di Mesir pada tahun 1906 terdiri atas tiga belas jilid, kitab ini dijadikan sumber
utama penulisan sejarah Islam sampai sekarang.
d.
Muskawiyah
dengan karyanya Tajarib al-Umam.
Dalam kitab ini dimasukkan uraian mengenai sejarah Persia kuno, dan hal-hal
yang berhubungan dengan riwayat kerajaan Romawi dan Turki, kitab penulisan dan
penelitiannya dilakukan secara teratur dan cermat.
e.
Rashid
ad-Din Fadlallah (1318) dari Asia Tengah, karyanya mengenai Sejarah Umum (Jami‘at-tawarikh), ditulis dalam bahasa Persia. Merupakan hasil
karya pertama mengenai sejarah Islam yang universal.
Dalam perkembangan selanjutnya,
historiografi Islam diwarnai oleh aliran Yaman, Madinah dan aliran Irak.
Aliran-aliran ini kemudian melebur menjadi satu. Peleburan ini dinamakan
“pertemuan tiga aliran”, yang ditempatkan setelah pasal-pasal yang berisi
pembahasan tiga aliran itu. Tiga aliran itu adalah sebagai berikut:
1.
Aliran Yaman
Disebut juga
Arab Selatan. Riwayat-riwayat tentang Yaman dimasa silam kebanyakan dalam
bentuk hikayat (al-qashash, cerita),
sebagaimana al-Ayyam di kalangan Arab
Utara. Isinya adalah cerita-cerita khayal dan dongeng-dongeng kesukuan. Aliran
ini merupakan kelanjutan dari corak sejarah sebelum Islam. Penulisnya dapat
dijuluki tukang hikayat (narator) dan kitab-kitabnya dapat dikatakan
riwayat-riwayat sejarah (novel sejarah). Oleh karena itu, para sejarawan tidak
menilai hikayat-hikayat itu sebagai memiliki nilai historis.[19][24]
Tokoh-tokohnya
adalah sebagai berikut:
a.
Ka’b
al-Ahbar
Nama
lengkapnya adalah Abu Ishaq Ka’b al-Ahbar.[20][25] Ia berasal dari suku Dzu Ru’ain Himyar, yang melewati
masa mudanya di Yaman sebagai pemeluk agama Yahudi dan memeluk agama Islam pada
masa pemerintahan Khalifah Umar ibn al-Khaththab, sebagian menyebutkan pada
masa pemerintaha Khalifah Abu Bakr al-Shiddiq. Kemudian ia pindah ke Syria dan
tinggal di Hamash sampai meninggal dunia pada tahun 32 H, pada masa
pemerintahan Utsman ibn Affan. Karyanya adalah Sunan Abu Dawud, Sunan
al-Tirmidzi, dan Sunan al-Nasa’i.[21][26]
b.
Wahb ibn
Munabbih
Ia lahir
tahun 34 H. Ia banyak mempengaruhi penulisan sejarah Arab dengan memperkenalkan
kandungan kitab-kitab suci Yahudi dan asal mula Talmud dalam sejarah Islam.
Karena ia berdarah Persia, ia mentransmisikan cerita rakyat Yaman dalam
penafsiran al-Quran dan dan penulis-penulis Maghazi. Ia adalah perintis
penulisan al-Maghazi pada abad pertama Hijriah. Ia juga meriwayatkan sejarah
bangsa Arab pra-Islam, bangsa-bangsa bukan Arab terutama yang bersumber dari
kitab-kitab suci Yahudi dan Nasrani, menciptakan kerangka sejarah para nabi
mulai dari Nabi Adam sampai dengan nabi Muhammad SAW, dan memasukkan unsur
kisah ke dalam lapangan sejarah.[22][27] Karyanya adalah Ahadits
al-Anbiya ‘wa al-Ibad wa Ahadits Bani Israil, al-Mbtada’, Qashash al-Anbiya,
Mubtada’ al-Khalq, al-Mabda’, dan kitab al-Muluk al-Mutawajjah min Himyar wa
Akhbaruhun wa Ghayr Dzalik.
c.
Abid Ibn Syariyyah
al-Jurhumi
Ia hidup di
dua masa, yakni masa pra-Islam dan masa Islam.[23][28] Ia tidak mendapatkan penghargaan di negerinya
walaupun ia pernah ikut dalam perang Dahis. Ia pernah menulis dua buah buku
yaitu Kitab al-Amtsal dan Kitab al-Muluk wa Akhbar al-Madhi.
2.
Aliran
Madinah
Aliran ini
muncul di Madinah, yaitu aliran sejarah ilmiah yang mendalam, yang banyak
memperhatikan al-Maghazi
(perang-perang yang dipimpin langsung oleh Rasulullah SAW) dan biografi nabi
(al-Sirah al-Nabawiyah), dan berjalan di atas pola ilmu hadits, yaitu sangat
memperhatikan sanad.
Sejalan
dengan riwayat perkembangannya, para sejarawan dalam aliran ini terdiri dari
para ahli hadits dan hukum Islam (fiqh). Mereka adalah[24][29] Abdullah ibn al-Abbas, Said ib al-Musayyab, Aban ibn
Utsman ibn Affan, Syurahbil ibn Sa’ad, Urwah ibn Zubayr ibn al-Awwam, Ashim ibn
Umar ibn Qatadah al-Zhafari, Muhammad ibn Muslim ibn Ubaidillah ibn Syihab
al-Zuhri, dan Musa ibn Uqbah.
3.
Aliran Irak
Aliran Irak merupakan aliran yang terakhir dengan bidang cakupan lebih luas
dari dua aliran sebelumnya. Langkah pertama yang sangat menentukan perkembangan
penulisan sejarah di Irak yang dilakukan oleh bangsa Arab adalah pembukuan
tradisi lisan. Hal itu dilakukan pertama kali oleh Ubaidullah ibn Abi Rafi,
sekretaris Ali ibn Abi Thalib ketika menjalankan kekhalifahannya di Kufah.[25][30]
Disamping itu, Ubaidullah telah menulis buku berjudul Qadhaya Amir al-Mu’minin ‘Alayh al-Salam dan Tasmiyah man Syahad Ma’a Amir al-Mu’minin fi Hurub al-Jamal wa Shiffin
wa al-Nahrawan min al-Shahahab Radhia allah Anhum. Oleh karena itu, ia
dipandang sebagai sejarawan pertama dalam aliran Irak ini.[26][31] Pada penulisan sejarah ini, ia diikuti oleh Ziyad ibn
Abih yang menulis buku dengan judul Matsalib
Al-Arab.
Cakupan
bidang yang luas dalam aliran ini dikatakan sebagai kebangkitan yang
sebenarnya, tentang penulisan sejarah sebagai ilmu. Pada masa ini, pengaruh
dari hadits telah ditinggalkan dan bersamaan dengan itu, terlihat adanya upaya
meninggalkan pengaruh pra-Islam yang mengandung banyak ketidak-benaran, seperti
dongeng-dongeng dan cerita khayal. Aliran ini melahirkan sejarawan-sejarawan
besar dimasa kemudian, dan diikuti oleh hampir seluruh sejarawan yang datang
kemudian.
Para
sejarawan dari aliran Irak jumlahnya sangat banyak, yang terkenal adalah[27][32] Abu Amr ibn al-Ala, Hammad al-Rawiyah, Abu Mikhnaf,
Awanah ib al-Hakam, Syayf ibn Umar al-Asadi al0Tamimi, Nashr ibn Muzahim,
al-Haitsam ibn Udi, al-Mad’ini, Abu Ubaydah Ma’mar ibn Al-Mutsni al-Taymi,
al-Ashma’I, Abu al-Yaqzhan al Nassabah, Muhammad ibn al-Sa’ib al-Kalibi, dan
Haisyim ibn Muhammad al-Sa’ib al-Kalibi. Yang terpenting diantara mereka adalah
Awanah ibn Al-Hakam, Sayf ibn Umar al-Asadi al-Tamimi, dan Abu Mikhnaf.[28][33]
HISTORIOGRAFI ISLAM
PEMBAHASAN
HISTORIOGRAFI ISLAM Historiografi Islam adalah karya sejarah yang ditulis oleh
penganut agama Islam dari berbagai aliran. (Abdulah, Taufik :1985 : 56). Adanya
buku “Sejarah Peradaban Islam” karya Syalabi, yang isinya memaparkan mengenai
keadaan bumi Arab sebelum masuknya Islam dapat dikatakan sebagai fenomena
Hegemoni dari bangsa Arab dan terlahirnya Islam di Bumi Arab membuat penganut
aliran agama Islam ditemukan di Jazirah tersebut. Namun demikian, tidak semua
karya Historiografi Islam selalu identik dengan bahasa Arab. Hal ini bisa kita
lihat dengan adanya penggunaan bahasa lainnya seperti bahasa Persia (pada awal
abad kesepuluh), dan bahasa Turki (pada abad ke-16). Selain itu kita bisa
temukan pula adanya golongan minoritas yang berada di bawah kekuasaan Islam,
terutamanya adalah aliran Kristen Timur yang menulis karya sejarah sama dengan
karya muslim. Adanya hasil karya sejarah yang hasil tulisan, bentuk, teknik dan
nilainya telah menjiwai historiografi Islam sejak abad pertengahan hingga abad
ke-19, perlahan-lahan kini telah ditinggalkan. (Abdulah, Taufik :1985 : 56).
1. Asal Mula Sejarah
Perkembangan penulisan sejarah Islam terletak pada konsep Islam sebagai agama
yang mengandung sejarah. Hal ini dibuktikan dengan adanya perhatian orang Arab
terhadap peristiwa yang berkaitan dengan politik kesukuan pada masa sebelum
masuknya Islam. Adapun peristiwa pada masa lalu ketika itu disampaikan secara
lisan.(Abdulah, Taufik :1985 : 56). Biasanya didaerah yang menjadi taklukan
Islam pada abad ke-17 seperti Persia dan Bizantium telah ditemukan tradisi
Historiografi yang sudah maju, walaupun tidak mengalami perkembangan yang
pesat. Adanya daerah kekuasaan Islam menimbulkan adanya kontak secara pribadi
dengan para cendikiawan Islam, ataupun bagi orang yang baru memeluk Islam.
Kondisi seperti inilah yang kemudian mendorong diadakan penulisan.(Abdulah,
Taufik :1985 : 56). Bukti dari keberadaan para Al Khulafaur’ Rasyidun dengan
berbagai sejarah ekspansinya, maka dapat memperkuat sejarah yang menunjukan
bahwa Hegemoni Islam telah berhasil menyebar ke beberapa wilayah yang ada di
dunia ini.
Keberadaan Nabi Muhammad adalah puncak dari pelaksanaan proses sejarah yang
dimulai dengan terciptanya alam dunia ini. Hal ini karena Nabi Muhammad ialah
Nabi terakhir dalam ketentuan Allah yang diramalkan dengan jelas. Menurut
Taufik Abdulah dan Abdurrachman Surjomihardjo, Nabi Muhammad adalah tokoh
pembaharuan sosial agama yang melaksanakan kenabian dalam memberikan tuntutan
bagi masa depan. Sehingga keberadaan Nabi Muhammad dianggap telah menyediakan kerangka
bagi wadah sejarah agar mempermudah Sejarawan melakukan penafsiran. Uraian
diatas ini juga diperkuat oleh adanya buku Syalabi yang makin memperkuat
kedudukan Nabi Muhammad dalam sejarah Islam. Keturunan Quraisy yang kelak
menjadi pemimpin ini memang tidak dapat disingkirkan dalam penulisan
Historiografi Islam. Asal- usul dan sejarah keluarganya kebanyakan ditemui
dalam karya-karya Islam.
Sejarah mengenai peristiwa masa lalu tentunya berperan bagi perkembangan
peradaban Islam. Adanya lembaga politik, hukum, agama, dan ilmiah serta ide
moral dan nilai dianggap memiliki wewenang mutlak terhadap peristiwa yang
terjadi pada permulaan Islam. Dengan adanya kesadaran sejarah maka mendorong
dilaksanakan penelitian dan penulisan. Hal ini tentunya sangat berkaitan dengan
kebenaran sejarah mengenai peristiwanya. Penulisan Historiografi Islam tidak
cukup dengan adanya motivasi saja. Hal ini karena didalam pelaksanaan penulisan
haruslah menempuh berbagai proses yang tidak mudah untuk ditelusuri. Adanya
berbagai kesalahan teknis tentunya sangat berperan terhadap kredibilitas dari
penulisan saat itu. Misalnya saja sumber lisan yang diperoleh, tentunya bisa
benar dan bisa saja tidak benar informasinya. Diperkirakan adanya penggunaan
metode penyampaian lisan (oral transmission) dengan sebuah pelapor catatan yang
bisa saja tak terpublikasikan saat itu. Hal ini karena tidak ada kemungkinan
publikasi karya bahasa Arab pada akhir abad ke-17. Hanya saja adanya penggunaan
kertas pada kira-kira 750, atau permulaan Dinasti Abbasiah mendorong adanya
penulisan terutama disekitar kawasan Laut Tengah. Walaupun pada kenyataannya
karya saat itu hampir seluruhnya tidak beredar luas, dan hanya sedikit yang
bisa disebut sebagai karya Sejarah.(Abdulah, Taufik :1985 : 57)
Kondisi politik bangsa Arab yang identik dengan pergantian kekuasaan membuat
sebagian besar karya sejarah Islam banyak yang hilang saat itu. Misalnya saja
karya-karya yang berkembang pada masa kekuasaan Umayyah (660-750). Apalagi
ketika itu belum diciptakannya penerbitan serta keberadaan bahan tulis yang
tidak tahan lama, sehingga dapat dikatakan sebagai faktor musnahnya karya-karya
saat itu.(Abdulah, Taufik :1985 : 57)
Urwah b. az-Zubyar, sekitar 650-711, merupakan seorang sarjana muslim yang
berjasa melakukan penulisan buku berjudul “Peperangan Oleh Nabi”. Setelah
beliau maka terdapat Al-Zuhri (570-740) yang membuat sebuah silsilah bangsa.
Adapun faktor lain yang membuat Zuhri melakukan penulisan tentunya memiliki
kepentingan pribadi masa kekuasaan khalifah. Selain itu karya otoritas ketiga
yang ada pada awal permulaan Islam terdapat pada karya Musa b. Uqbah (758/759),
dimana karya musa tidak seluruhnya sejarah karena bentuknya adalah fragment
singkat. Namun demikian adanya biografi Nabi (Sirah) oleh Ibn Ishaq (704-767)
merupakan suatu karya sejarah yang dianggap tua dan terpelihara, bahkan pada
perkembangan selanjutnya mengalami perbaikan.(Abdulah, Taufik :1985 : 58)
Adapun karya Ishaq berisikan peristiwa yang erat kaitannya dengan masa sebelum
masuknya Islam. Dimana kehidupan Nabi saat itu juga dipaparkan dengan sangat
rinci. Sehingga Ishaq dapat dikatakan sebagai pengarang yang berjasa terhadap
khalifah. Sehingga dengan adanya bukti sejarah yang ditemukan, kita dapat
menarik kesimpulan mengenai penulisan sejarah sekitar tahun 700 yang fokus
terhadap kehidupan Nabi Muhammad yang saat itu mulai mengisi kebutuhan sosial,
politik, dan agama Islam. Selain itu diduga bahwa adanya dasar dalam penulisan
sejarah, pada tingkat tertentu sudah ada saat itu.(Abdulah, Taufik :1985 : 58).
2. Bentuk dan Isi Karya Sejarah
Bentuk penulisan karya sejarah Islam tentunya tidak akan terlepas pada bentuk
yang dikembangkan sejak awal. Pada tradisi Arab sebelum masuknya Islam sangat
menekankan unsur “fakta” konkret dalam sejarah. Hal ini tentunya terlepas dari
pengaruh lingkungan dan diusahakan terhindar dai pengaruh berfikir manusia saat
itu. Hal ini merupakan bentuk dasar dari adanya karya-karya sejarah Islam.
Walaupun adanya berbagai macam perwatakan dan unsur, namun dalam penulisan
sebab dan akibat sangat diutamakan dalam pemaparan. Kebenaran sejarah saat itu
disamakan dengan kebenaran agama yang terjamin kejujurannya.(Abdulah, Taufik
:1985 : 58). Orang-orang yang menyampaikan informasi secara berantai saat itu
(rangkaian pemberi berita atau isnand) dianggap sebagai orang-orang yang jujur.
Pada kenyataannya tidak semua sejarawan menggunakan orang-orang penyampai
berita ini, namun konsep keberadaan “fakta” saat itu merupakan hal yang sangat
ditunjang. Adanya pengaruh dari konsep ini terlihat pada seluruh karya Islam
yang dilukiskan sebagai peristiwa, episode, terlepas dari panjang, terperinci
atau kemampuan penggambaran episode sesorang.(Abdulah, Taufik :1985 : 58).
3. Kronik
Adanya penulisan sejarah tentunya akan mengalami perkembangan. Begitupula hal
nya dalam penyusunan karya sejarah dimana data yang dihimpun akan selalu
bertambah. Keadaan ini tentunya sangat bermanfaat dalam penetapan dinasti
sesuai dengan urutan penguasa dan tahun-tahun kejadiannya. (Abdulah, Taufik
:1985 : 59). Adanya dinasti seperti pergantian kekhalifahan tentunya juga akan
menunjukan manfaat dari historiografi dalam hal publikasi untuk menunjukan
proses dan rentang waktu peristiwa. Adanya masa hijrah sekitar tahun 638, akan
memberikan keuntungan bagi sejarawan muslim. Hal ini tentunya akan mempermudah
penyusunan kronologi yang sudah tidak diragukan lagi untuk digunakan. Dengan
adanya tahun dan waktu yang ditentukan ketetapannya, maka akan memudahkan untuk
menghubungkan peristiwa lain seperti dengan penyesuaian masa kekuasaan. Hal ini
digunakan untuk menyatukan adanya episode yang terpecah-pecah. Apabila cara ini
dilakukan secara sistematis dengan menggunakan bentuk tambahan (suplemen) yang
disebut “dyal” (ekor), maka adanya kekeliruan akan sangat jarang untuk ditemui,
meskipun laporan peristiwa yang ada memakan waktu bertahun-tahun.(Abdulah,
Taufik :1985 : 59).
Cara diatas dapat dikatakan sebagai suatu bentuk penyambungan atau pengulangan
bahan- bahan pada masa lalu yang diuraikan dengan penyingkatan yang terperinci,
terutama jika mendekati masa penulisan karya itu sendiri. Selain itu biasanya
para pengarang akan memberikan tanggal, bulan dan hari yang sesuai dengan
peristiwa, bahkan berita-berita biasa. Karya khalifah b. Khayyat dalam bahasa
Arab, pada awal abad-9 merupakan karya sejarah (kronik) tertua. Selain itu
karya Tabari (923), merupakan karya standar yang terdiri dari beberapa
historiografi kronik dan kemudian akan mempengaruhi arah penulisan
selanjutnya.(Abdulah, Taufik :1985 : 59).
4. Biografi
Biografi merupakan salah satu dari bagian studi yang dikembangkan oleh
sejarawan muslim. Di dalam biografi bukan hanya fakta mengenai sejarah manusia
dan tindakan-tindakannya saja yang dikemukakan, akan tetapi adanya penekanan
penulisan sejarah Islam pada awal permulaan juga ikut dipaparkan. Dimana karya
sejarah saat itu sangatlah mementingkan keberadaan tokoh-tokoh besar, seperti
Muhammad dan situasi yang menggambarkan Islam masa dulu. Walau demikian, saat
itu juga diperhatikan mengenai penyelidikan kehidupan orang-orang yang memiliki
kaitan dengan hukum dan agama Islam, serta mengetahui tanggal lahir dan wafat
mereka, hubungan dengan daerah, guru, pengikut, sifat, ahlak, karya, dan
kegiatan mereka.(Abdulah, Taufik :1985 : 60).
Adanya individu yang dianggap berpotensi untuk ditulis, maka akan menempatkan
biografi untuk menjadi suatu karya yang besar, walau harus menggunakan tema
yang sama. Bigrafi bentuknya singkat dan permulaannya berupa bentuk riwayat
hidup dari tokoh terkemuka. Biasanya biografi menyangkut orang dari kalangan cendekiawan
tertentu yang dikumpulkan di dalam karya khusus. Sedangkan bagi biografi yang
mengutamakan orientasi pada agama tentunya akan menjadikan biografi ulama
sebagai bagian terbesar dari historiografi lokal.(Abdulah, Taufik :1985 : 60).
Dalam memudahkan referensi, biografi disusun dalam kelompok kelas yang disebut
“tabaqah”. Adanya karya ini mencakup mengenai orang yang wafat dalam waktu
bersamaan. Hal ini merupakan cara yang kaku dalam memeuhi kebutuhan ulama untuk
menguji keaslian dan kebenaran dari rangkaian orang-orang yang meriwayatkan
(transmitter). (Abdulah, Taufik :1985 : 60). adanya perkembangan biografi, maka
akan dituntut untuk dilakukan penyusunan sesuai dengan abjad. Hal ini telah
dijadikan sebagai metode yang diutamakan dalam biografi sejak abad ke-10. Hal
yang perlu untuk ditegaskan bahwa adanya orang dari golongan bawah yang bukan
cendikiawan, maka tidak akan dimuat di dalam biografi. Adanya informasi dan
fakta yang tidak tersusun akan menyebabkan bahan-bahan ini hilang dan sulit
ditemukan. Apabila para sejarawan tidak mengumpulkan data yang berantakan
tersebut, maka biografi seperti karya Yaqut (1229), yang berjudul Irshad-
al-arib ila ma’rifat al-adib, dan ahli-ahli kedokteran yang dikimpulkan oleh
Abi Usaybiah (1270) dalam karya sejarah kedokteran yang berjudul “ Ujun
al-anba;fi tabaqat al-atibba, dan biografi tokoh terkemukan yang ditulis oleh
Ibn Khalikan (1282), berjudul wafayat al-a’yan.(Abdulah, Taufik :1985 : 60)
5. Sejarah Umum
Di dalam karya historiografi Islam, bahan mentah yang banyak sekali digunakan
adalah sejarah yang berkaitan dengan politik yang terbatas pada administrasi
dan tindakan militer yang didilakukan oleh para penguasa saat itu. Kita telah
ketahui, bahwa banyak sekali peristiwa sejarah yang berkaitan dengan peristiwa
tersebut dan pada permulaan awal abad ke-9 sudah banyak sekali buku-buku karya
yang ditemukan. Adapun buku tersebut berkaitan dengan arti politik dan
peristiwa khusus. (Abdulah, Taufik :1985 : 61).
Adanya perkembangan sejarah dunia atau sejak kedatangan Islam maka telah
menunjukan tingkatan yang dapat dikatakan cukup berhasil. Adanya karya yang
bersifat universal dalam pengertian Islam, mampu untuk memasukan informasi
maupun data yang lebih luas. Hal ini bisa terlihat dengan data yang diperoleh
dari masa-masa sebelum Islam dan sebagian besar tidak menyangkut sejarah
non-Islam, walaupun diantaranya menyangkut masalah mengenai Islam.(Abdulah,
Taufik :1985 : 61)
Adanya asimilasi dengan kebudayaan Hellenisme tentunya mampu untuk memperluas
ruang lingkup Historiografi. Pada akhir abad kesembilan, adanya sejarah politik
yang dikaitkan dengan pemikiran mulai membicarakan berbagai gejala peradaban
yang dikenal. Hal ini tentunya melahirkan karya besar seperti karya Ya’kubi dan
rangkaian publikasi oleh al-Mas’udi (945/946). Selain itu ada karya Muruj
az-Zahab yang mempu mempengaruhi karya-karya yang terbit sesudahnya. (Abdulah,
Taufik :1985 : 61).
Adanya informasi asing dalam penelitian ilmiah tidak membuat penyelidikan yang
secara sistematis tetap berjalan. Hal ini menimbulkan perhatian terhadap dunia
modern atau setengah modern dari dunia non-Islam masih terbatas. Dibandingkan
dengan sejarah Islam, maka referensi mengenai peristiwa yang ada diluar Islam
sangat sedikit sekali ditemui karyanya. Al-Mas’udi misalnya memasukan daftar
raja-raja Eropa (lihat Maqbul Ahmad 1960,pp.7-10). Adanya penulis asing
biasanya juga melakukan penulisan peristiwa yang terjadi pada arena
internasional. Adanya sejarawan pada masa Perang Salib yang menyadari bahwa
terdapat perbedaan budaya dan politik yang timbul, tetapi dalam analisa politik
dan militer, mereka tidak berani untuk keluar bergerak diluar batas Islam. Di
Asia Tengah, adanya susasana yang diciptakan oleh Kerajaan Mongol mampu untuk
menghadirkan karya sejarawan Rashid ad-Din Fadlallah (1318).(Abdulah, Taufik
:1985 : 61)
Selain itu adanya karya Sejarah Umum (Jami’at-tawarikh) yang ditulis dalam
bahasa Persia dapat dijadikan sebagai karya sejarah yang universal. Pada
umumnya juga Historiografi lokal yang ada dikota dan daerah-daerah juga
melakukan pengembangan dengan yang menekankan pada sejarah politik dan agama,
begitujuga mengenai uraian topografi dan data-data kepurbakalaan. (Abdulah,
Taufik :1985 : 62). Sedangkan data mengenai kehidupan ekonomi, sosial, dan
keuangan merupakan bentuk pengamatan yang sifatnya sambilan, sehingga dalam
penulisan sejarah informasi demikian tidaklah banyak untuk ditulis.(Abdulah,
Taufik :1985 : 62). Adanya sebagian kecil karya sejarawan yang bersifat kronik
telah menunjukan kita mengenai pandangan kehidupan yang ada diperkotaan (urban)
seperti kejahatan, peristiwa bunuh diri, inflasi yang melanda, serta masalah
sosial lainnya.(Abdulah, Taufik :1985 : 62)
6. Para Sejarawan
Karya historiografi Islam ahli adalah karya dari sarjana yang terdidik ilmu
agama, kegiatan penulisan sejarah telihat pada Bukhari (870), ia merupakan
pengumpul hadis (sahih) yang berasal dari Nabi. Selain itu adanya biografi
tokoh agama dengan penamaan sejarah membuat dirinya yang dalam kesadaran Islam
terbentuk menjadi sejarawan. Sejak abad kesebelas dan seterusnya, banyak
sarjana sejarawan yang memangku jabatan di pengadilan (hukum), administrasi
politik pada lapangan sipil, madrasah. Secara keseluruhannya sejarawan ini
mengandalkan pengembangan agama. (Abdulah, Taufik :1985 : 62).
A. Sejarawan Istana
Di negeri Islam yang berada dilingkungan ambisi penguasa, maka sejarah adalah
ilmu istana “par excellence”. Hal ini menunjukan bahwa penghuni istana yang
mendampingi raja, para menteri, guru-guru (pengajar) keluarga raja, dianggap
mengetahui sejarah. Biasanya Khalifah sultan akan memerintah pejabat untuk
menyusun sejarah dinasti, biasanya sejarah dibuat untuk persembahan kepada
raja. Dengan demikian, maka kedudukan sejarawan profesional akan mendapat
tempat yang terpenting di Istana. Misalnya pada dinasti sebelum Persia dan
Ottoman telah disediakan fasilitas untuk melakukan studi sejarah. Biasanya
“sejarawan istana“ ini lebih mengutamakan usaha individu. Hal ini karena
sejarawan akan menghasilkan karangan yang tentunya akan mendatangkan sanjungan
bagi diri pribadi. Sehingga dalam pengertian lain akan sangat sulit mengenal
adanya batas historiografi istana yang identik terhadap peristiwa sebenarnya.
(Abdulah, Taufik :1985 : 63)
Adapun jumlah sejarawan istana ini tidaklah banyak. Pada akhir abad kesepuluh
terdapat sejarawan yang memiliki pengetahuan mendalam mengenai politik, ilmu
filsafat dan ilmu nonagama. Sejarawan tersebut misalnya Mishkawayh (1030), dan
Hilal as-Sabi (1036). Mutu dan kualitas dari karya sejarawan ini tentunya
berasal dari pandangan mereka tentang sejarah. Karya Imad ad-Din al- Isfahani
(1201) adalah karya memoar sejarah terbaik, karya ini dibuat oleh pejabat
tinggi dengan menggunakan dokumen dan buku harian. Selain itu karya yang
berjudul Barq ash’shabi patutlah mendapat penghargaan sebagai karya besar
historiografi diplomatis dalam Islam. (Abdulah, Taufik :1985 : 63)
B. Sejarawan Amatir
Imad al- Isfahani dan para penguasa yang menulis sejarah amatir dapatlah
dikatakan sebagai sejarawan amatir. Hal ini karena karya yang dihasilkan
sebagian besarnya adalah silsilah dari keturunan Ali. Hal ini karena jarang
ditemukan karya sejarah yang ditulis berdasarkan rasa cinta dan kesadaran akan
arti sejarah untuk memelihara catatan historis. (Abdulah, Taufik :1985 : 63)
C. Sejarawan Profesional
Adanya karya sejarah yang laku terjual dan ditemukan ditoko-toko buku merupakan
fenomena yang luar biasa. Keadaan ini tidaklah cukup untuk mendatangkan dugaan
dari luar mengenai hasil penjualan yang tidak mencukupi kebutuhan hidup
pengarang. Sejarawan profesional hampir tidak ada dalam lingkungan abad
pertengahan (Abdulah, Taufik :1985 : 63).
Sejarah tidak termasuk dalam kurikulum madrasah, walaupun terkadang pelajaran
ini diberikan pengajar yang telah menerima bayaran dalam pelajaran lain. Pada
umumnya banyak orang yang ingin mengabdikan diri untuk menyusun karya sejarah.
Biasanya orang-orang ini ingin dikenal dalam tradisi Islam sebagai sejarawan.
Adapun tokohnya seperti al-Mas’udi dan pada masa kekuasaan Mamluk di Mesir,
maka perhatian sejarah tertuju kepada pengarang seperti al-Maqrizi (1442) dan
banyak lagi lainnya. (Abdulah, Taufik :1985 : 63)
7. Tujuan dan Metodologi Historiografi Islam
Sejarawan muslim mempunyai kebiasaan untuk memperkenalkan karyanya dengan
pernyataan yang berisi tujuan dari penulisan sejarah (misalnya pernyataan yang
dikumpulkan oleh as- Shakhawi). (Abdulah, Taufik :1985 : 64). Pada umumnya
gagasan mengenai pengertian tersebut adalah suatu ukuran yang standar, walaupun
didalamnya tidak memuat hubungan individu. Adapun pernyataan dan tujuan adalah
pengakuan yang keabsahannya tidak dapat dibantah. (Abdulah, Taufik :1985 : 64).
Dalam hal ini sejarah dianggap berperan untuk menghasilkan contoh-contoh baik
yang bersifat positif maupun negatif. Point terpenting dari sejarah adalah
pelajaran mengenai politik dan kepemimpinan untuk mengatur pemerintahan.
Sejarah terkadang menuntut pola berfikir untuk santai setelah menyelesaikan
tugas ilmiah secara kompleks. Artinya sejarah itu sifatnya tenang apabila telah
berhasil menyelesaikan penelitian yang benar-benar ilmiah atau sebagaimana
peristiwanya terjadi. Sejarah baru bisa untuk berdiam diri ketika kebenaran
berhasil untuk diungkapkan. Dalam hal ini sejarah dapat disebut sebagai
petunjuk (tuntunan). Sehingga wajar saja kalau adanya pengawal atau pemuka
agama yang telah berhasil membuktikan kebenaran Islam dan mengungkapkan
pandangan sehat mengenai dunia. Hal diatas diungkapkan karena pada masa ini
banyak sekali waktu yang terbuang hanya untuk membahas soal keduniawian
(sekuler). Hal ini erat kaitannya dengan pengertian historiografi sebagai
bagian dari peradaban Islam. (Abdulah, Taufik :1985 : 64) .
Adanya gagasan sejarah sebagai senjata politik dalam memperjuangkan ideologi
dan politik adalah suatu hal yang tidak ditangani oleh sejarawan muslim secara
terbuka dan merata. Sejarawan ini sadar bahwa karya yang ditulis sering
digunakan untuk mengangkat posisi seseorang, atau memperkokoh kedudukan dinasti
yang sedang berkuasa. Adanya penelitian modern berhasil membuktikan bahwa
kepentingan politik terkadang membuat adanya manipulasi terhadap data atau
bukti sejarah. Keadaan ini tidaklah membuat sejarah muslim untuk berganti
haluan, karena pada umumnya mereka tetap merasa bahwa keberadaan nya sebagai
sejarawan adalah pelindung, penerus (transmitter) dari fakta yang tidak dapat
diubah-ubah, atau ditafsirkan. (Abdulah, Taufik :1985 : 65)
Kegiatan sejarah terbatas pada melaporkan, menyingkatkan, menghimpun bahan
sejarah, dan menceritakan kembali sumber-sumber yang ada. (Abdulah, Taufik
:1985 : 65). Adapun pandangan ini ditentukan oleh metode penelitian sejarah.
Tugas utama ahli sejarah adalah menyusun peristiwa yang benar terjadi dan pokok
masalah yang dihadapi. Adapun tujuannya untuk menyelidiki kebenaran informasi
yang diperoleh baik secara lisan maupun secara tertulis. Adapun kebenaran
adalah cara untuk mengecek dugaan mengenai informasi yang diperoleh oleh
seorang ahli. Selain itu pengamatan pribadi dalam pengertian sejarah
kontemporer adalah dasar dari pengetahuan sejarah yang dijadikan sebagai cara
ampuh untuk mengecek kebenaran sejarah. Selain itu, sistem yang lebih lengkap
yang dikembangkan oleh sarjana hadis (para ulama), yaitu cara untuk menguji
keaslian dan kebenaran hadis yang dapat diterapkan untuk penelitian sejarah.
(Abdulah, Taufik :1985 : 65).
Berdasarkan keperluan, sejarah tertulis telah memberikan suatu wewenang
pembuktian (evindential authority), penelitian arsip dan studi prasasti
(inskripsi), mata uang, dan bukti-bukti sejarah yang hampir sporadis digunakan.
Berkaitan dengan metodologi historiografi, maka pada abad pertengahan dapat
dilihat karya Muhammad b. Ibrahim al-Iji seorang sarjana Persia. Adapun
tulisannya dibuat pada tahun 1381-1382, karyanya adalah karya tertua
metodologi. Pada tingkat teori yang kurang lengkap ialah karya komprehensif
mengenai historiografi Islam, metode, masalah-masalahnya dan sejarah dari
al-Kafiyaji (1474), yang menulis pada tahun 1463 di Mesir, dan sesudahnya
adalah as-Sakhawi (d.1497), yang menulis pada tahun 1492. (Abdulah, Taufik
:1985 : 66).
8. Filsafat dan Sosiologi Islam
Di dalam metodologi, maka pandangan sejarah sejarawan telah dipaparkan.
Sejarawan berkeyakinan bahwa sejarah adalah media yang dijadikan pedoman agar
manusia dapat memperbaiki hidupnya sekaligus mempersiapkan hari perhitungan
yang nantinya tidak dapat dielakan. Dengan adanya Nabi Muhammad di dalam agama
Islam, maka tujuan sejarah akhirnya dapat dipahami sebagai suatu kenyataan.
Artinya “ bahwa Alquran yang dijadikan wahyu kepada Nabi Muhammad adalah suatu
kitab yang berisi mengenai ajaran-ajaran kebaikan yang didalamnya terdapat
kebenaran mengenai kehidupan didunia maupun di akherat kelak”.
Dengan kemapuan manusia, maka sejarah akhirnya dapat dijadikan sebagai
pertanyaan untuk menghadirkan kehidupan individu yang baik di masyarakat atau
secara agamanya. Dalam melakukan penilaian terhadap penguasa, maka sejarawan
akan memberikan sudut pandangnya berdasarkan kepatuhan (ketaatan), atau sumber
informasi yang diperoleh dengan dasar norma-norma Islam. Hal ini karena pada
umumnya sejarawan adalah manusia biasa yang tidak mempunyai mekanisme dalam
memberikan penilaian dosa dan ganjaran. Namun demikian bentuk kepatuhan dan
norma Islam dapatlah djadikan suatu landasan untuk memberika penilaian. Adanya
keabsahan (validity) teologi Islam tidak semua dipahami oleh sejarawan. Hal ini
karena ada sejarawan yang memahami sejarah sebagai gejala sosial belaka.
Sehingga cara seperti ini biasanya dianggap bertentangan dengan Islam dan di
Curigai. (Abdulah, Taufik :1985 : 66).
Di dalam karya Miskhwayh yang berjudul “Pengalaman Bangsa-bangsa” terdapat
penjelasan mengenai peristiwa yang terjadi di dunia ini terlepas dari adanya
pengaruh kekuatan diluar manusia (super natural) , hal ini karena peristiwa
yang terjadi dianggap ada berkaitan dengan Nabi, sehingga memberikan pengalaman
bermanfaat bagi yang berminat mempelajari sejarah. Adanya Ibnu Khaldun dari
Afrika (1406) yang telah melakukan penulisan pada tahun 1377, adapun isi
pemaparan Khaldun lahir dari adanya sudut pandang terhadap manusia belaka. Pada
pengantar (Mukaddimah) bukunya yang berjudul " Kitab al-ibar”, Khaldun
menguraikan mengenai kekuatan materi dan psikologi secara terperinci. Defenisi
sejarah yang dihasilkan adalah sudut Cyclic motion gerak lambat maju kedepan
secara kontinu, baik yang berjalan maju kedepan atau kemunduran dalam kerangka
himpunan manusia dalam berbagai bentuknya. (Abdulah, Taufik :1985 : 67).
9. Historiografi Islam Kontemporer
Bentuk penulisan sejarah Islam tentunya adalah bentuk yang akan terus bertahan
hingga saat ini, terutama pada dunia Islam yang tertutup rapat. Adanya
goncangan pada dunia Islam terjadi ketika kampanye Militer Napoleon di Mesir.
Ketika itu bentuk kronik adalah karya sejarah yang masih muda dihasilkan,
misalnya saja karya Al-Jabarti (1826). Dengan adanya terjemahan barat pada abad
ke-19 membuat minat terbatas dikalangan Islam, khsususnya cendikiawan. Adanya
studi mengenai sejarah dunia yang tidak langsung berkaitan dengan negeri Islam,
membuat minat sejarawan Islam menjadi terbatas terhadap karya-karya nonIslam.
Pada awal abad ke-20 terdapat Perang Dunia kedua yang berpengaruh terhadap
kehidupan muslim yang mendapat perhatian di negeri Islam. Anggapan ini bisa
lahir karena adanya pertentangan suku yang terjadi antara golongan Islam
sebelum pembagian India dan kekeliruan yang dilakukan pengajar sejarah
disekolah, hal ini harusnya diadakan koreksi dari para sejarawan (lihat Nadvi,
dalam Philips 1961, hal 493). (Abdulah, Taufik :1985 : 68).
Adanya kelompok yang beranggapan bahwa sejarah Islam tidaklah dapat memberi
bimbingan untuk menyelesaikan masalah, sehingga akhirnya diabaikan. Perasaan
umat adalah sarana yang digunakan untuk membangkitkan studi kejayaan Islam masa
lampau. Sehingga dapat dijadikan sebagai sumber utama yang juga berperan untuk
membangun moral bangsa dan memperkokoh aspirasi nasionalis. Dengan demikian
maka akan lahirlah karya-karya dari Husayn Haykal dan Mahmud Abbas al-Ikkad.
Film , dan drama juga dimanfaatkan secara efektif untuk tema sejarah (lihat,
Landau, 1958, hal 114 dst, 198). (Abdulah, Taufik :1985 : 67).
Akhir-akhir ini banyak sejarawan Islam yang mendapat pendidikan barat secara
ilmiah dan metodologi, telah menerbitkan karya sejarah penting, baik biografi,
sosial, dan ekonomi tentang sejarah Islam dimasa lampau. Adanya studi arsip di
Turki menunjukan bahan sejarah yang tersimpan. Publikasi teks sejarah yang
dilakukan sejak abad pertengahan tetap menjaga standar normal dalam editing.
Dengan kejayaan Islam pada masa lampau dianggap sebagai ilham ideologi politik
dalam gerakan yang ada pada sejarah. Hal ini memiliki pengaruh yang besar
antara tahnu 1920 sampai tahun 1945. Sampai saat ini penggalian purbakala,
pengawetan (conservation), dan studi peninggalan purbakala dari masa sebelum
Islam dan masuknya Islam dengan baik dikembangkan dimana-mana. (Abdulah, Taufik
:1985 : 68).
SIMPULAN
Historiografi Islam merupakan hasil penulisan sejarah yang identik dengan
Islam. Ekspansi dan kejayaan bangsa Islam dimasa lalu memiliki peranan terhadap
perkembangan Historiografi Islam. Biografi dan Kronik adalah contoh dari bentuk
Historiografi Islam. Pada penulisan sejarah Islam golongan bangsawan,
cendikiawan dan agama sangat diutamakan. Misalnya saja penulisan mengenai Nabi
Muhammad dan kehidupannya. Fenomena ini, tidak terlepas dari lingkungan budaya
yang ada. Hal ini karena ketika itu bangsa Arab memainkan peranan politik
kesukuan dan kejayaan bangsa dibawah Hegemoni Quraysi.
Peristiwa yang terjadi pada masa sebelum dan sesudah masuknya Islam tentunya
akan mengalami perkembangan. Hal ini bisa dilihat dari keberadaan ruang lingkup
yang meluas dan bertambahnya data. Dalam hal ini penulisan yang akurat tentunya
akan menghadapi tantangan untuk bisa menentukan kronologis peristiwa agar
kebenarannya dapat dipercaya. Berdasarkan ikatan budaya masyarakatnya,
Historiografi Islam lebih mengutamakan agama, politik, dan kepurbakalaan
dibanding dengan kehidupan sosial, ekonomi, dan keuangan. Hanya saja adanya
karya sejarah Islam yang berupa kronik tentunya akan memberikan pemaparan
mengenai masalah sosial, inflasi dan sebagainya.
Adanya sejarawan Islam sangatlah berperan dalam meneruskan atau mengabadikan
kisah sejarah masa lalu dan masa sekarang Islam. Dalam perkembangannya
sejarawan terdiri atas : sejarawan istana, sejarawan profesional, dan sejarawan
amatir. Hal yang menjadi pembeda ketiga jenis sejarawan ini terletak pada
bentuk penulisan dan tujuan. Sejarawan istana tentunya akan membuat legitimasi
atas dirinya agar mendapat tempat dihati penguasa, sejarawan amatir akan
mengabaikan sejarah semestinya, dan sejarah professional tentunya akan bekerja
sesuai bayaran yang diterima.
Berdasarkan metodologi sejarah itu dibuat untuk menyatakan tujuannya. Sejarah
itu sifatnya ilmiah. Hal ini terlihat dengan adanya metode untuk menguji
kebenaran, adapun yang dilakukan dengan mengecek sumber tertulis maupun lisan.
Secara filsafat sejarah diharapkan mampu untuk mengarahkan manusia pada
kehidupan yang lebih baik dan secara sosiologinya terdapat sejarawan yang hanya
mempelajari gejala sosial masyarakat saja. Adanya terjemahan barat membuat
sejarawan Islam membatasi minatnya. Hal ini karena kejayaan Islam pada masa
lampau dianggap sebagai ilham ideologi politik dalam gerakan yang ada pada
sejarah. Adanya pandangan bangsa Islam yang sifatnya mendominasi ini tentunya
mendapat pengaruh dari jiwa zaman saat itu. Hal ini karena dogma yang berisi
pada kebenaran Alquran dijadikan oleh bangsa Arab masa lampau sebagai pedoman
untuk melegitimasi kedudukannya. Pandangan fanatis bangsa Arab ini membuat
mereka merasa sebagai bangsa yang paling utama dan paling baik di dunia. Pasca
Perang Dunia perhatian terhadap penulisan Historiografi Islam mulai mendapat
perhatian kembali. Adanya kesalahan dalam memahami sejarah Islam diduga karena
informasi yang diberikan pengajar tidak sesuai mestinya. Dengan keberadaan
studi arsip di Turki dapatlah dijadikan bukti bahwa bahan sejarah itu masih ada
hingga saat sekarang ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik (ed). 1985. Ilmu Sejarah dan Historiografi.
Jakarta : Gramedia
Azra, Azyumardi. 2004. Jaringan Ulama; Timur Tengah dan
Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII : Jakarta : Prenada Media
Koningsveld. 1989. Hurgronje Snouck Dan Islam
Bandung : Pustaka
Majid, Dien. 2008. Berhaji Di Masa Kolonial.
Jakarta : Sejahtera
Syalabi. 2000. Sejarah Kebudayaan Islam 1.
Jakarta : Al Husna Zikra
Syalabi. 2000. Sejarah Kebudayaan Islam 2.
Jakarta : Al Husna Zikra
Syalabi. 2000. Sejarah Kebudayaan Islam 3.
Jakarta : Al Husna Zikra
Steenbrink, Karel. 1995. Kawan Dalam Pertikaian Kaum Kolonial Belanda
Dan Islam Di Indonesia (1596-1942). Bandung : Mizan